Home » , , , , » Jasmine Ungu Untuk Rylyn

Jasmine Ungu Untuk Rylyn

Written By Unknown on Selasa, 05 November 2013 | 06.28

(Monday 05-12-11)
“Di ujung tapal batas”… Seruan nyaring dan merdu milikmu masih terngiang di telingaku. Serasa seperti baru kemarin kau pergi meninggalkanku, ketika ku ingin memberi bingkisan sederhana beberapa lembar rasaku dan sepenggal hatiku untukmu.

Dan serentak saja, telah ku petik jasmine ungu di lading, jasmine yang biasa ku kenakan pada telingamu, ketika Bulan Nisan dalam Kalender Yahudi tiba. Ya… Aku masih seperti dulu, memetik jasmine ungu walau sekarang tak ku kenakan di sebelah kanan telingamu.

Hampir 2500 malam aku terbelenggu kesepian, berkawan selimut kesunyian dihantar nyanyian jangkrik… Mencoba mengais sisa-sisa harapan akankah esok harinya aku tiba di tapal batas itu… menjemputmu tuk mengajakmu merasakan lembutnya angin yang berhembus di sela-sela jari kita…

Pagi ini pun masih membiru dengan jejak-jejak solitaire yang tak berhenti sampai di sini, atau di sana. Meski semua terasa tawar tanpamu, tapi aku masih tetap melangkah, menempuh beberapa lembar kenangan tentangmu… Hmm… Kenangan akan partitur wajahmu dalam pentas drama romantisme kita yang tak berhenti beraksi walau kau tak di sini lagi…

Aku masih menantimu di depan pinta itu, berharap kau yang berdiri di sana sambil melemparkan sekilas senyum manismu tuk meyakinkan aku bahwa esok nanti semua kan berubah dan bukannya sama-sebaliknya…

Harus ku akui…Sepertinya segalanya takkan baik-baik saja, jika kau tak seharusnya di sana, di ujung tapal batas cakrawala merah dengan balutan sabuk Andromeda biru…Dan aku benci jika harus menuliskan ini, padamu, karena faktanya kau tak lagi di sini…

Pernah ku berpikir, apakah aku seharusnya pergi ke sana tuk menemanimu menghitung musim berganti, dan menuliskan kisah baru tentang kita melebihi “Epik Gilgamek”? Tapi jika kita bertemu di sana, apakah kau masih mengenalku Rylyn? Apakah kau masih ingat namaku bila ku ajak kau menatap indahnya aurora borealis di penghujung langit barat, dan bulan kembar esok malamnya?

Dan apakah aku pun bisa mengenalmu ketika aku tiba di sana? Bisakah ku tunjukkan semua itu padamu lagi? Dan jika kita tak saling mengenal lagi… Lalu… Kan kemanakah rasa ini sesudahnya?

Valentine ke 30 hingga akhir waktu kan terus ku hitung demi kamu yang pernah hadir mengisi beberapa lembar portrait di sini, di dalam hati ini dengan keindahanmu yang bagai goresan Da Vinci…

Rylyn… Nama itu terlalu indah bagiku…seindah alunan instrumental bunyi enam senar berdawai melodi strings yang dipetik gitaris favoritmu… Alunan lagu yang sering menghantarmu menari di depanku saat kita bersama tuk pertama kalinya… menjalani indahnya hidup apa adanya…

Semuanya masih terekam baik…bersama beberapa lembar kenangan lain yang tak mau berhenti pula mengetuk ingatan ini tuk diputar kembali… Ruangan ini begitu sedih dan kosong karena tak ada kau yang sering menggangguku dengan duduk di atas meja tempat ku menulis sambil mempermainkan jari pada rambut acak tak beraturan milikku…

Dan ketika kau pergi…aku tak tahu apa yang harus ku lakukan. Semua terasa membosankan Rylyn… Bahkan perapian itu enggan ku nyalakan. Biarlah dingin ini menyelimutiku, agar kau pun tahu kaulah yang seharusnya menghangatkan aku dan bukannya api yang bernyala di perapian itu…

Malam ini ku duduk di undakan tua… bersama beberapa tangkai jasmine ungu yang ku petik di lading kemarin sore… Ku menunggu dirimu tuk datang agar ku sematkan padamu lagi seperti dahulu… Mala mini ku ingin mendulang rasa bersamamu, sembari berharap kita kan menyuling asa bersama walau hanya tuk meneguhkan sebongkah keyakinan ini tuk berjumpa denganmu…. Rylyn…

0 komentar:

Posting Komentar