Jumpa lagi Anakku....
Merasa
baikkah kau hari ini? Bagaimana hari-harimu? Ayah harap kau sehat-sehat
saja... Ayo, selesaikan sarapanmu... Jangan buat ibumu, memarahimu
lagi... Setelah itu ayah hendak berbincang-bincang sedikit denganmu
meski hanya lewat surat kecil ini...Ok?
Anakku....
Kamu
mirip sekali denganku! Itu fakta genetis yang membuat ayah begitu
bangga padamu. Kau memiliki pendirian yang keras, yang semestinya harus
dimiliki seorang lelaki. Apakah ayah benar? Ya..!!! Memang seharusnya
begitu.... Kau pastinya berpikir... Tuhan sungguh tak adil kan? Karena
kebersamaan yang kita lalui tak banyak...Kita tak bisa memancing bersama
lagi, memperbaiki pagar yang rusak akibat badai, lari pagi bersama,
bahkan menonton klub sepakbola kesayangan kita berdua, yang akhirnya
membuat ibumu mencak-mencak karena ribut....
Huh... sepertinya baru kemarin semua itu berlalu.... Yang pasti, kau harus tegar dalam menghadapi semua ini.
Ayah
tahu kau pasti menangis saat membaca surat ini, dan ayah pun juga
begitu ketika menulis surat ini padamu...Ayah rindu padamu. Seandainya
saja Tuhan memberi izin kembali ke dunia walau hanya sesaat, ayah ingin
berjumpa dengan ibumu dan menemanimu nonton klub sepakbola favorit kita
berdua. Bukankah mereka bertanding hari ini? Di sana kita akan bersorak
bersama, sambil menghabiskan sereal diet milik ibumu... Tapi sayangnya,
itu tak mungkin terjadi. Ayah hanya punya kesempatan untuk menulis surat
singkat ini saja padamu.
Kau
semakin dewasa...Sudah saatnya kau berpikir tentang masa depanmu.
Beberapa bulan lagi, kau akan menghabiskan kuliahmu. Ayah harap, kau
bisa menjadi seorang hakim yang adil. Lagipula, itu cita-citamu kan?
Ingatlah bahwa sekecil apa pun persoalan yang kau temui, akan menjadi
persoalan besar jika tak kau antisipasi. Sebagai contoh, Mungkin kau
masih ingat, saat umurmu 12 tahun, ibumu menyuruhmu membuang sekantung
plastik sampah yang cukup berat dan besar bagi anak seusiamu. Saat itu
kau menangis karena tak mampu mengangkatnya. Lalu, ayah menghampirimu,
dan bertanya padamu, mengapa engkau menangis. Kau menatap ayah dengan
tatapan beliamu dan berkata "Ayah, aku tak bisa mengangkatnya", ujarmu.
Kau masih ingat apa yang ayah katakan padamu? "Tenang, kau belum minta
bantuan ayah". Akhirnya kau tersenyum dan meminta ayah untuk membantumu.
Kau lihat, akhirnya sampah itu bisa kau angkat. Ibumu hanya tersenyum
kecil sambil mencubit dada ayahmu ini... Bukankah persoalan kecil akan
menjadi besar bila kita tak mengindahkannya bukan?
Jujur
saja, ayah tak mahir berbahasa cinta lewat hati seperti ibumu...Tapi,
ayah mungkin punya sedikit kebijaksanaan yang bisa ayah bagikan sebagai
bekal di perjalanan hidupmu...
Jika
kau diejek karena kesalahan, lihatlah itu sebagai sebuah lelucon dan
berusahalah memberpebiki kesalahan itu. Jika kau difitnah karena
kesalahan yang tak kau lakukan, jadikan itu semacam riset agar kau bisa
membeberkan fakta yang sebenarnya. Jika kau dilecehkan karena
kekeliruan, pandanglah itu sebagai sebuah permen yang bisa kau nikmati,
dan jadikanlah itu sebagai perahu agar kau bisa mendayung lebih baik
lagi. Jika kau dicemoohkan karena mengungkap kebenaran, jadikanlah itu
sebagai umpan agar kau bisa menangkap ikan yang lebih besar lagi (Ingat
teori memancing Ayah). Jika kau dipuji karena berbuat baik, tanggapi
saja dengan senyum, dan katakan "No Comment". Jika kau butuh teman
berbagi, berbagilah dengan orang yang kau sayangi, termasuk ibumu.
Mereka punya hati yang bisa berbagi tanpa perlu kau berhati-hati. Tapi,
jika semuanya terasa berat bagimu, kau boleh minta bantuan ayah. Tapi,
jika kita berdua pun tak mampu, tenanglah. Masih ada Tuhan yang siap
membantumu. Dia sendiri pun bisa mengangkat beban itu dari padamu.
Apalagi kita bertiga! Jadi ringan bukan?
Ada
banyak pesan yang mungkin belum bisa ayah ungkapkan. Tapi percayalah,
saat itu akan tiba. Jagalah dirimu baik-baik dalam menggapai
cita-citamu. Titip salam buat ibumu dan katakan betapa ayah
mencintainya. Oh ya! Jangan lupa memberi tahu ayah jika klub sepakbola
kesayangan kita memenangkan pertandingan. Ayah tunggu kabar itu darimu!
Yang terakhir, Ayah sayang padamu, meski ayah jarang mengungkapkannya
secara langsung padamu saat kita bersama dahulu. Surat ini sebagai
bukti, ayah tak ingin menyia-nyiakan kesempatan lagi untuk mengatakan
betapa ayah cinta padamu. Kau anakku yang aku kasihi!!! Jadilah anak
baik, dan tunjukkan yang terbaik!!!!!
Peluk Hangat
Ayah Tercinta
0 komentar:
Posting Komentar